
Kemarin sore saya nonton film dokumenter
Earth from Above, episode “Life”. Film ini saya
download
dengan agak susah payah, maklum kualitas BluRay (4.39GB). Pertama kali
tau film ini dari nonton di MetroTV dua tahun yang lalu, waktu itu
menayangkan episode tentang pencemaran limbah plastik (harusnya MUI
bikin fatwa “
konsumsi tas kresek = makruh!”). Karena menurut saya filmnya keren banget, wajar kan kalau saya kepingin punya nih film
:D Saya sudah coba
browsing di internet tapi belum ketemu versi bahasa Inggrisnya, yang ada cuma versi bahasa Perancis dan Turki tanpa
subtitle (
gondrong).
Saya juga sudah cari ke DiscTarra di Gramedia kota Malang tapi tidak
ada :( Baru sekitar akhir tahun lalu saya dapat yang versi bahasa
Inggris dalam format BluRay (durasi 90 menit).
Kayaknya
edisi BluRay ini tidak sama dengan yang pernah ditayangkan di MetroTV
dulu. Setau saya untuk edisi BluRay terdiri dari tiga episode (
Life,
Stunning Water,
Amazing Lands), sementara yang ditayangkan di MetroTV sepertinya
versi serial televisi. Saya sendiri baru punya yang episode
Life, untuk episode
Stunning Water sedang dalam proses
download :D
Earth from Above (judul aslinya
La Terre vue du Ciel) merupakan karya seorang fotografer ternama dunia asal Perancis,
Yann Arthus-Bertrand (situs resminya bisa dilihat
di sini).
Film ini bagus banget! Menyajikan dengan sangat menawan sejumlah
gambaran bentang alam (Kenya, Brazil, China, Tasmania, Arktik) beserta
ekosistemnya yang amat menakjubkan. Rasanya
happy sekali bisa
melihat hutan hujan tropis yang lebat, Singa-singa yang gemuk di padang
sabana di Afrika, induk Gajah dan bayinya, migrasi ribuan Banteng dari
Tanzania ke Kenya, Kuda Nil yang mengumpulkan bangkai-bangkai Banteng
yang mati saat menyebrangi sungai, lalu ikan-ikan yang berenang
membuntuti Kuda Nil sambil memunguti kotoran di kulit tubuh si Kuda Nil,
Beruang Kutub dengan bulu putih yang lebat dan lembut (
digawe kasur ketoke enak),
anak-anak SD di Kenya yang berjalan menyusuri hutan untuk belajar
mengenali kekayaan hutan mereka, dan masih banyak lagi yang lain.

Screenshot film
Earth from Above: Migrasi Banteng dari Tanzania ke Kenya (kelihatannya seru, yang pingin gabung silahkan datang ke Tanzania)
:D

Screenshot film
Earth from Above: Mr. Yann Arthus-Bertrand (kiri) bercakap-cakap dengan kawan lamanya Mr. Jonathan Scott, fotografer sekaligus
Zoologist (kelihatannya singa-singa di atas akrab dan jinak,
bisa untuk pacuan singa gak ya?)
:)

Screenshot film
Earth from Above: Mr. Yann Arthus-Bertrand sedang mewawancarai Mr. Jamari, sesepuh masyarakat lokal di sekitar Danau Victoria, Kenya

Screenshot film
Earth from Above: Masyarakat Yunyang, China sedang menanam
Artemisia, tanaman obat untuk penyakit malaria (bisa untuk obat penyakit galau gak ya? soalnya lagi musim di Indonesia)
:D

Screenshot film
Earth from Above:
Gunung Es di Kutub Utara, banyak yang mulai runtuh (pecah) akibat
pengaruh peningkatan suhu bumi (gunung es ini aman didaki karena tidak
bisa meletus)
:D
Yang namanya hidup, ya ada sukanya ya ada dukanya. Melihat film ini, tidak cuma senang tapi juga harus bersedia menanggung perasaan nelongso
(sedih). Melihat hutan dibakar untuk dijadikan lahan perkebunan dan
industri, Kuda Nil dibunuh, Harimau diburu, anak Gajah yang ditinggal
mati induknya karena dibunuh, spesies tanaman obat yang mulai punah,
Beruang Kutub yang habitatnya terancam hilang—global warming
menyebabkan gunung es di kutub mulai mencair. Setiap kali melihat film
dokumenter atau berita semacam ini, saya berusaha menghibur diri dengan
berbaik sangka bahwa semua hal (kejadian) adalah untuk yang terbaik,
bukankah semua terjadi atas izin Tuhan?
BENAR, tapi

Pertanyaannya, hal (ter)baik macam apakah yang untuk memperolehnya mesti dengan cara-cara yang tidak baik
bin aneh dan
ugal-ugalan:
membabat hutan, mengikis gunung, membakar jutaan ton batu bara,
mengeringkan lahan basah, menguras minyak dan mengeruk emas sampai tak
tersisa, merusak tanah serta mencemari air dengan limbah dan racun?!!
Pasti ada yang tidak beres dengan cara berpikir dan sikap hidup kita,
baik sebagai individu maupun masyarakat. Menurut saya
hikmah dari
ketidakberesan ini adalah agar kita semua
—khususnya pemerintah, politisi, birokrat, konglomerat, perusahaan, korporasi
—tidak
lagi meneruskan cara pandang dan sikap hidup (politik pemerintahan,
kebijakan) yang tidak baik. Bukankah sesuatu yang diizinkan Allah
terjadi belum tentu diridhai Nya?
Itulah kenapa kita diperingatkan bahwa
“Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali mereka sendiri yang mengubahnya”. Saya pernah baca bukunya KH. Mustofa Bisri (punya teman, namanya
Himam)
judulnya “Membuka Pintu Langit”, bahwa ayat tersebut bisa juga dimaknai
sebaliknya: Allah telah menentukan segala sesuatunya itu baik bagi
manusia, tapi manusia sendirilah yang kemudian mengubah tatanan
(ketentuan) itu sehingga berakibat buruk bagi mereka sendiri. Pemahaman
ini sesuai dengan QS. An-Nisa: 79, ”
Semua kebaikan datangnya dari sisi Allah dan semua keburukan datangnya dari dirimu sendiri”.
Melihat film Earth from Above, saya diingatkan bahwa status kita sebagai manusia modern tak sedikitpun mengubah sebuah kebijaksanaan kuno: manusia dan alam adalah satu kesatuan tak terpisahkan.
Komentar